Selasa, 26 April 2011

Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam

A. PENGERTIAN AL-QUR'AN


Al-Qur'an ialah kalam Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril sebagai hujjah (argumentasi) baginya dalam mendakwahkan dalam kerasulannya sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan, dengan membacanya. Ia dimulai dari surat Al-Fatihah dan di akhiri dengan surat An-Nas. Isi dari kandungan Al-Qur'an tidak akan diubah oleh siapapun karena Allah SWT sendiri yang menjaganya, dalam firman-Nya :

Artinya :
"Sungguh Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sungguh Kami yang memeliharanya".(QS. Al-Hijr : 9)


B. KEISTIMEWAAN AL-QUR'AN

Diantara keistimewaan Al-Qur'an adalah bahwa lafal dan maknanya berasal dari Tuhan. Lafalnya yang berbahasa Arab itu dimasukkan oleh Allah ke dalam dada Nabi Muhammad, kemudian beliau membacanya dan terus menyampaikannya kepada umatnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tiga contoh berikut tidak termasuk Al-Qur'an, yaitu :
a. Pengertian yang di ilhamkan oleh Allah kepada Rasulullah, kemudian Rasul sendiri yang menyusun redaksinya untuk disampaikan kepada umat. Hal ini disebut Hadits Qudsi, sehingga tidak bisa dibaca dalam shalat.
b. Tafsir ayat Al-Qur'an yang menggunakan bahasa Arab sebagai muradif (sinonim) dari lafaznya.
c. Terjemahan ayat atau surat Al-Qur'an dalam bahasa lain.

Keistimewaan yang lain adalah Al-Qur'an sampai kepada kita secara mutawatir, karena di sampaikan oleh sekian banyak orang yang mustahil mereka itu bersepakat bohong.


C. KEHUJJAHAN AL-QUR'AN


Tidak ada perselisihan pendapat di antara kaum muslimin bahwa Al-Qur'an itu berarti sebagai hujjah yang kuat serta dasar hukum yang wajib di taati itu datang dari sisi Allah.

Sebagai bukti ialah ketidak sanggupan orang-orang untuk membuat tandingan biar orang itu sastrawan sekalipun. Hal ini sesuai dengan surat Al-Isra ayat 88.

Artinya :
"Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu sebagian yang lain".(QS An-Nisa : 88)

Tetapi orang kafir melancarkan tuduhan kepada Nabi Muhammad bahwa beliaulah yang membuat Al-Qur'an itu. Kemudian Allah memerintahkan mereka dalam firman-Nya ;

Artinya :
"Atau patutkah mereka mengatakan (bahwa) Muhammad yang membuatnya? Katakanlah, "coba datangkan sebuah surat yang seperti itu dan panggillah siapa saja yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah", jika kamu orang-orang yang benar.(QS Yunus : 38)

Dan masih banyak ayat-ayat yang isinya menentang kaum kafir untuk membuat ayat atau surat yang lain yang semisal Al-Qur'an.

Hal tersebut seluruhnya terjadi ketika Nabi masih berada di Mekkah, Namun ketika Nabi hijrah ke Madinah, Allah juga telah menurunkan ayat yang berisi tentang hal tersebut kepada penduduk Madinah, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 23.

Artinya :
"Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang seperti Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(QS Al-Baqarah : 23)

Walaupun orang-orang kafir membuat surat-surat Al-Qur'an untuk menandinginya, tetapi tetap saja tidak bisa memadai sedikitpun.


D. MACAM-MACAM HUKUM DALAM AL-QUR'AN

Hukum-hukum dalam Al-Qur'an itu ada 3 macam :

a. Hukum-hukum I'tiqadiyah, yakni : hukum-hukum yang berkaitan dengan-Nya, Rasul-Nya, dan hari pembalasan.

b. Hukum-hukum Akhlak, yaitu : hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban orang mukallaf untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela.

c. Hukum-hukum 'Amaliyah, yaitu: yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian dan muamalah (kerjasama dengan sesama manusia)

Hukum 'Amaliyah dalam Al-Qur'an terbagi 2 macam :

1. Hukum ibadat, seperti : shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan hamba dengan Tuhan-Nya.

2. Hukum-hukum Mu'amalat, seperti : perikatan, transaksi, kebendaan, jinayat dan 'Ukubat (pidana), yang bertujuan mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat.

Hukum Mu'amalat, jika dilhat dari sifat dan maksud diadakannya dapat di bedakan dengan nama-nama sebagai berikut :

1. Akhwalus Syakhshiyah (hukum keluarga)
Bertujuan untuk mengatur hak kehidupan suami, istri, anak keturunan, dan kerabat sama yang lain.

2. Ahkamul Madaniyah (hukum privat)
Bertujuan untuk mengatur hak kebendaan, tukar-menukar, serta manfaatnya dan pemeliharaannya.

3. Ahkamul jinaiyah (hukum pidana)
Bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia, harta benda, kehormatan dan hak-hak mereka.

4. Ahkamul Murafa'at (hukum acara)
Bertujuan mewujudkan keadilan dalam masyarakat yang erat kaitannya mengenai pelaku, saksi-saksi lainnya.

5. Ahkamud Dusturiyah (hukum perundang-undangan)
Bertujuan untuk menjamin hak-hak perseorangan dan masyarakat dan mengatur hubungan penguasa dengan rakyat.

6. Ahkamud Dauliah (hukum internasional)
Bertujuan mengatur hubungan negara Islam dengan negara non muslim dalam bidang-bidang perdamaian, keamanan, perekonomian, dll.

7. Ahkamul latishadiyah maliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
bertujuan untuk mengatur sumber-sumber keuangan dan pengeluaran dan juga hak-hak keuangan pemerintah dan rakyatnya.


E. PETUNJUK AYAT-AYAT AL-QUR'AN


Nash-nash Al-Qur'an ditinjau dari segi petunjuknya terhadap hukum terbagi 2 macam :
a. Qati'iy dan
b. Zhanni'iy.

Qathi'iy adalah nash yang menunjukkan kepada arti yang terang sekali untuk di pahami sehingga tidak dapat di ta'wilkan dan di pahami dengan arti yang lain, seperti dalam Al-qur'an : surat An-Nisa, ayat 12.

Zhanniy adalah nash yang menunjukkan kepada arti yang masih dapat ditakwilkan atau dialihkan kepada arti yang lain, seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 228.



BAB II

A. KESIMPULAN

Al-Qur'an adalah qalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, membacanya merupakan ibadah.

Keistimewaan Al-Qur'an adalah :
a. Lafadz dan maknanya berasal dari Allah.
b. Sebagai argumentasi bagi umat Islam.

Hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an ada 3 macam :
a. Hukum i'tiqadiyah.
b. Hukum akhlak.
c. Hukum amaliyah

Nash Al-Qur'an terbagi kepada 2 macam :
a. Dalil Qathi'iy.
b. Dalil Zhanni'iy.


B. SARAN

- Hendaklah kita menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi kita dalam mempertahankan diri kepada Allah.
- Jadikanlah Alqur'an sebagai bacan yang utama dalam setiap jalan hidupmu.
- Jika pembaca memiliki masalah dalam menjalani kehidupan, maka jadikanlah Al-Qur'an sebagai obatnya.

Wassalam.




DAFTAR PUSTAKA
- Pengantar Hukum Islam, M. Hasbi Ash Shiddiqy, Bulan Bintang. Jakarta, cet 2 tahun 1958
- Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islam, Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchur Rahman, PT. Alma'arif Bandung, cet 1 Tahun 1986

Jumat, 15 April 2011

makalah PAI: teori psikologi pembelajaran

makalah PAI: teori psikologi pembelajaran

teori psikologi pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN


Secara umum pembelajaran diartikan sebagai suatu pemberian latihan atau pengalaman terhadap seseorang atau sekelompok orang agar terjadi perubahan tingkah laku.

Maka pembelajaran ini disebut juga sebagai suatu proses pembiasaan atau pelatihan untuk memperoleh sesuatu yang baru.

Telah banyak teori pembelajaran yang telah diperkenalkan oleh para ahli psikologi untuk dipahami.

Teori pembelajaran yang berkembang pada abad XX saling bertentangan dan saling melengkapi, maka dalam hal ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Teori Stimulus-Respons dari Psikologi Behaviorisme.
2. Teori yang bersumber pada non psikologi kognitifisme(1).

Teknologi pendidikan yang didasarkan pada behaviorisme ini masih diikuti namun belum begitu lama kata terbatas dari pengaruh kuat behaviorisme terhadap lembaga pendidikan sehingga pendekatan sistem terbuka belum begitu dipahami. Behaviorisme populer di sekolah-sekolah karena cita-cita dan tujuannya dapat dikemukakan pada awal tahun dan dinilai pada akhir tahun. Maka dalam hal ini yang paling menonjol adalah ITIP karena misi utama dari ITIP adalah mengembangkan sikap tertentu pada guru. Sikap yang memberikan penghargaan pada respon dan kinerja yang baik dari murid dalam ketrampilan dasar membaca, menulis, matematika(2).

_________________
(1) Abdul Chaer, "Psikolinguistik Kajian Teoritik" PT. RINEKA CIPTA, Jakarta Cet Pertama, 2003 Hal. 83
(2) Bob Samples, "Revolusi Belajar Untuk Anak" Cet 1 Kaifa, Bandung 2002, Hal. 57



BAB II
PEMBAHASAN


Dalam teori Stimulus-Respons ini memiliki pandangan bahwa perilaku itu termasuk perilaku peribahasa, maka dengan adanya Stimulus (rangsangan aksi) yang segera menimbulkan respons (reaksi gerak balas) teori ini berawal dari hasil eksperimen Ivan. P. Pavlov, seorang ahli psikologi Rusia terhadap seekor anjing percobaannya.

A. Teori Konneksionisme dari Thorn dike

Teori penghubungan (Conechionisme theory) diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1919) ahli psikologi Amerika. Teorinya dimulai dengan eksperimen yang disebut Trial and Error, yang menempatkan seekor kucing dalam sebuah sangkar besar dan sangkar tersebut dapat dibuka dan mencakar kesana kemari untuk berusaha keluar namun dengan tidak sengaja kakinya terinjak engsel sehingga pintu sangkar terbuka dan kucing keluar kemudiam Thorndike mengulang eksperimen tersebut dengan berulang kali sehingga kucing dapat membuka pintu sangkar itu tanpa mencakar kesana kemari.

Dari eksperimen itu Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menghubung-hubungkan didalam sistem saraf dan tidak ada hubungannya dengan insting atau pengertian karena teori pembelajaran itu disebut Connektionism atau S-R Band Theory (teori gabungan stimulus respon).

Yang dihubungkan dalam suatu sistem saraf adalah peristiwa-peristiwa fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Jenis peristiwa itu dihubung-hubungkan dalam beberapa macam gabungan seperti :
1. Peristiwa mental di hubungkan dengan peristiwa fisik.
2. Peristiwa fisik dengan peristiwa mental.
3. Peristiwa mental dengan peristiwa mental.
4. Peristiwa fisik dengan peristiwa fisik.

Dari eksperimen binatang ini thorndike merumuskan dua kaidah atau hukum pembelajaran yang utama,yaitu :

1. The Law of Exercise (hukum latihan)
The Law of Exercise adalah hukum pembentukan kebiasaan atau tabiat yang dibagi dua, yaitu :
a. The Law of Use (hukum guna)
b. The Law of Disuse (hukum jarang guna)

2. The Law of Effect (hukum akibat)

Adalah tidak lain dari yang sekarang kita kenal dengan istilah reinfornemen atau penguatan, jika suatu perilaku memberikan hasil yang memuaskan maka hubungan antara situasi dengan perilaku ini akan diperkuat.

Jadi teori ini pada dasarnya menyarankan tiga prinsip yang dapat dirumuskan :
1. Jika suatu organisasi bersedia melakukan perbuatan ini akan menimbulkan kepuasan.
2. Jika suatu urutan rangsangan (stimulus) gerak balas (respons) di ikuti oleh satu keadaan yang memuaskan hati, maka hubungan S-R ini akan diperkuat, sementara pelaku akan menghentikan penggalangan hubungan itu.
3. Hubungan-hubungan S-R dapat di perkuat melalui latihan-latihan.(3)


B. Teori Pembiasan Operan (Skinner)

Teori pembiasaan operan disebut juga dengan pembiasaan instrumental yang diperkenalkan oleh B. If Skineer ahli Psikologi Amerika sebagai tokoh utama aliran neohavionisme.

Teori tentang pembiasaan operan atau pembinaan instrumental (Instrumental Condetioning) perjelaskan dalam percobaan skenner terhadap seekor tikus.

Didalam kotak skinner terdapat kaleng tempat makanan dan diluar kotak terdapat semacam alat untuk menjatuhkan biji-biji makanan kedalam kaleng, setiap biji makanan jatuh terdengar bunyi "ting", berarti ada makanan yang jatuh kedalam kaleng tersebut, kemudian dimasukkan tikus kedalam kotak skinner. Biji-biji makanan akan jatuh kedalam kaleng jika sebatang besi yang disisipkan ke dalam kotak di pijak oleh tikus. Maka secara kebetulan di saat tikus itu lapar terpijak batang besi olehnya dan biji makanan jatuh ke kaleng.

Biji makan itu adalah penguat (reinforcer), peristiwa penekanan batang besi disebut peristiwa penguatan (reinforcing event) munculnya makanan disebut rangsangan penguat (reinforcing stimulus) dan perilaku tikus disebut prilaku yang dibiasakan (konditioned response).

Dari percobaan itu skenner menarik kesimpulan bahwa penguatan selalu menambah kemungkinan berkurangnya suatu prilaku, dan penguatan (reinforcement) harus cepat dilakukan sebelum tingkah laku lain mengganggu dengan diperoleh hasil yang maksimak Teori ini disifatkan sebagai model S-R-R.(2)

Menurut Skinner tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi merupakan suatu tindakan yang disengaja atau operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Dengan demikian tingkah laku dapat diubah dengan cara antecedent, konsekuensi atau keduanya.

Prinsip dan aplikasi instrumental conditioning :
1. Penguatan
2. Pembentukan
3. Pemadaman dan pemulihan spontan
4. Generalisasi dan diskriminasi
5. Hukuman.(3)

Bagi Skinner dalam pembelajaran merupakan arsitek utama dalam pembentukan tingkah laku siswa agar bertutur sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa.

Menurut Skinner perilaku berbahasa seseorang dapat di prediksikan dan dikendalikan dengan cara mengamati dan memanipulasi pada hasil eksperimen terhadap hewan dengan keyakinan bahwa dapat dilakukan manusia tanpa kesulitan apapun.

Bagi Skinner perilaku berbahasa lebih banyak dipengaruhi, atau disebabkan oleh rangsangan (stimulus) dari luar serta pengukuhan demi rangsangan itu, dia juga tidak menerima akan adanya kepandaian yang dibawa sejak dalam pembelajaran berbahasa itu semata-mata diperoleh sebagai hasil rangsangan dan pengukuhan terhadap rangsangan itu.

_____________
(3) Ibid, Psikolinguistik... ...Hal 85-87
(4) Ibid, Psikolinguistik... ...Hal 90
(5) Abdulrahman Shaleh-Muhbib Abdul Wahab, "Psikologi Dalam Perspektif Islam", Cencona, Cet : 2, 2005 Jakarta, Hal. 221

Kamis, 14 April 2011

makalah PAI: ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRANNYA (bagian 2)

makalah PAI: ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRANNYA (bagian 2)

makalah PAI: makalah PAI tentang wahyu, akal dan ijtihad dalam islam

makalah PAI: makalah PAI tentang wahyu, akal dan ijtihad dalam islam

makalah PAI: makalah PAI tentang Pencatatan Perkawinan dan Nikah di bawah tangan

makalah PAI: makalah PAI tentang Pencatatan Perkawinan dan Nikah di bawah tangan

makalah PAI tentang Pencatatan Perkawinan dan Nikah di bawah tangan

BAB I
PENCATATAN PERKAWINAN

Perkawinan sebagai sebuah akad bahwa akad nikah dalam sebuah perkawinan memiliki kedudukan yang sentral. Begitu pentingnya akad nikah, hingga ia ditempatkan sebagai salah satu rukun nikah yang telah disepakati. Kendati demikian tidak ada syarat bahwa akad nikah itu harus dituliskan atau diaktekan. Atas dasar inilah fiqih Islam tidak mengenal adanya pencatatan perkawinan.

Perspektif fiqih
Ada beberapa anolis yang dapat dikemukan terhadap pencatatan perkawinan karena tidak diberi perhatian yang serius oleh fiqih, walaupun ada ayat alqur'an yang menganjurkan untuk mencatat segala bentuk transaksi mu'amalah.
Pertama : larangan untuk menulis sesuatu selain Al-quq'an.
Kedua : mereka sangat mengandalkan ingatan (hayalan).
Ketiga : tradisi walimah, Al-urusy walaupun dengan seekor kambing merupakan saksi-saksi tentang sebuah perkawinan.
Keempat : ada kesan perkawinan yang berlangsung pada masa-masa awal Islam belum terjadi antar wilayah negara yang berbeda. Biasanya perkawinan pada masa itu berlangsung dimana calon suami dan istri yang berada dalam satu wilayah yang sama, sehingga alat bukti perkawinan selain saksi belum dibutuhkan.

Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pencatatan perkawinan belum dipandang sesuatu yang sangat penting sekaligus belum dijadikan sebagai sebuah alat bukti autentik terhadap sebuah perkawinan.

Dengan demikian salah satu bentuk pembaharuan hukum kekeluargaan Islam adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah satu ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Dikatakan pembaharuan hukum Islam karena masalah tersebut tidak ditemukan di dalam kitab-kitab ataupun fatwa-fatwa ulama.


Perspektif UU No. 1/1974

Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa fiqih tidak membicarakan pencatatan perkawinan. Di dalam UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa : "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Dalam PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang perkawinan ayat 3 dinyatakan :
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan.
2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dibukukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
3. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh Camat (atas nama) Bupati.


Perspektif KHI

KHI memuat masalah pencatatan perkawinan ini pada pasal 5 sebagai berikut :
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat 1 dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 Jo. UU No. 32 Tahun 1954.

Selanjutnya pada pasal 6 dijelaskan :
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah.
2. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.


Tata Cara Perkawinan

Untuk melangsungkan perkawinan harus dilaksanakan menurut tata cara yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tidak dilakukan demikian, banyak orang yang menyebut perkawinan itu terjadi dibawah tangan.

Adapun tata cara atau prosedur perkawinan sesuai urutan-urutannya sebagai berikut :

1. Pemberitahuan

Dalam pasal 3 PP No. 9 Tahun 1975 di tetapkan bahwa : "Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan".

Pemberitahuan tersebut dalam pasal 3 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 ditentukan paling lambat 10 hari kerja sebelum perkawinan berlangsung.

2. Penelitian

Sesuai pasal 6 ayat 1 No. 9 Tahun 1975 pegawai pencatat meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah terpenuhi dan apakah tidak terdapat halangan, baik menurut hukum munakahat ataupun menurut perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat perkawinan seperti yang telah diuraikan mengenai persetujuan calon mempelai, umur, izin orang tua dan seterusnya. Inilah pertama-tama diteliti pejabat tersebut.

3. Pengumuman

Berdasarkan pasal 8 PP No. 9 Tahun 1975, pengumumn tentang adanya kehendak melangsungkan perkawinan.

Adapun mengenai caranya, surat pengumuman tersebut ditempelkan menurut formulir yang ditetapkan pada kantor catatan perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan ini dibaca oleh umum. Tujuannya, agar masyarakat umum mengetahui siapakah orang-orang yang hendak menikah. Selanjutnya apabila ada pihak yang keberatan terhadap perkawinan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada kantor pencatat perkawinan.

4. Pelaksanaan

Mengenai cara pelaksanaan perkawinan, pasal 10 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 ternyata menegaskan kembali pasal 2 ayat 1 Undang-Undang perkawinan yaitu perkawinan dilaksanakan menurut hukum-hukum masing agama dan kepercayaan itu, supaya sah.

Peraturan pemerintah ini juga mensyaratkan bahwa selain itu perkawinan dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang berwenang dan dihadiri oleh dua orang saksi. Sesaat sesudah dilangsungkan perkawinan sesuai PP No. 9 Tahun 1975, selanjutnya mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Sejalan dengan perkembangan zaman dengan dinamika yang terus berubah maka banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi. Pergeseran kultur lisan (oral) kepada kultur tulis sebagai ciri masyarakat modern, menuntut dijadikannya akta, surat sebagai bukti autentik. Karena saksi hidup biasa hilang dengan kematian, atau juga dapat memgalami kelupaan dan kesilapan. Atas dasar ini diperlukan sebuah buku yang abadi, itulah yang disebut dengan akta.



BAB II
PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN


Pernikahan di bawah tangan disebut juga dengan azzawaj al-'urufy, yaitu sebuah pernikahan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya, menurut perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini Syekh Ali Jaad Al-Haaq membagi ketentuan yang mengatur pernikahan kepada dua kategori :

1. Peraturan syara', yaitu peraturan yang menentukan sah atau tidak sahnya sebuah pernikahan. Peraturan ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh syariat Islam seperti yang telah dirumuskan oleh para pakarnya dalam buku-buku fiqh dari berbagai mazhab yang pada intinya adalah kemestian adanya ijab dan kabul dari masing-masing dua orang yang berakad (wali dan calon suami) yang diucapkan pada majelis yang sama, serta dihadiri oleh dua orang saksi yang telah baligh, berakal lagi beragama Islam, dimana dua orang saksi itu disyaratkan mendengarkan sendiri secara langsung lafal ijab dan kabul tersebut.

2. Peraturan yang bersifat tawsiqy, yaitu peraturan tambahan yang bermaksud agar pernikahan di kalangan umat islam tidak liar, tetapi tercatat dengan memakai surat akta nikah secara resmi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Secara administratif, ada peraturan yang mengharuskan agar suatu pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegunaannya agar sebuah lembaga perkawinan yang mempunyai tempat yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat Islam. Bisa dilindungi dari adanya upaya-upaya negatif dari pihak-pihak yang bertanggung jawab. Misalnya : sebagai antisipasi dari adanya pengingkaran adanya akad nikah oleh seorang suami di belakang hari.

Dalam ketentuan yang mengatur perkawinan umat Islam di Indonesia disamping ada ketentuan perundang-undangan yang mengharuskan pencatatan nikah sehingga dengan itu suatu pernikahan akan memperoleh akta nikah secara resmi, ada pula ketentuan yang mengatur tentang isbat nikah seperti tercantum dalam pasal 7 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : "Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama". Dengan adanya pasal 7 tersebut, berarti telah memberikan peluang bagi nikah-nikah yang tidak tercatat untuk kemudian mencatatkan diri sebagaimana mestinya. Adanya peluang ini menguntungkan pihak yang melakukan pernikahan di bawah tangan, dan pada waktu yang sama merupakan tanggung jawab badan yang berwenang untuk merealisir terwujudnya peluang itu bagi yang berhasrat mengisi peluang tersebut.



BAB III
KESIMPULAN


Didalam perspektif fiqh, pencatan perkawinan belum dipandang sesuatu yang sangat penting sekaligus belum dijadikan sebagai sebuah alat bukti autentik terhadap sebuah perkawinan. Hal ini tentu terlihat dengan UU Perkawinan tidak saja menempatkan pencatatan perkawinan sebagai suatu yang penting, tetapi juga menjelaskan bagaimana mekanisme pencatatan perkawinan dilaksanakan. Seperti di dalam UU No. 1/1974 Pasal 2 Ayat 2 dinyatakan : "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Pernikahan di bawah tangan atau sering disebut juga azzawaj al'urufy yaitu sebuah pernikahan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya menurut undang-undang yang berlaku.

Rabu, 13 April 2011

makalah PAI tentang wahyu, akal dan ijtihad dalam islam

A. Pengertian Wahyu

Kata wahyu disebut dalam Al-qur'an tidak kurang dari 4 kali. Namun bentukan lain dari kata wahyu seperti : atuhaina, nuhi, yuhi, uhiya, auha, dan sebagainya. Secara bahasa berasal dari kata : waha, yahi, wahyan, yang berarti mengerjakan dan menunjukkan sesuatu.

Menurut Ibnu Faris menyatakan bahwa secara bahasa wahyu dapat diartikan dengan isyarat, tulisan, risalah, dan segala sesuatu yang disampaikan kepada orang lain. Secara Istilah disebutkan, wahyu adalah petunjuk dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul melalui cara - cara tertentu. Misalnya melalui mimpi dan cara - cara lain.

Menurut Hasbi Ash-shiddiqy, wahyu adalah menerima pembicaraan secara rohani, kemudian pembicaraan tersebut tertulis dalam hati. Jadi wahyu merupakan tumpahan ilmu yang dituangkan oleh Allah kedalam hati para Nabi dan Rasul sehingga terukirlah ibarat - ibarat (gambaran - gambaran) yang dengannya Nabi mendengar pembicaraan yang tersusun rapi.

Menurut Rasyid Ridha, wahyu adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul dalam suatu ilmu yang dikhususkan untuk mereka dengan tidak dipelajari.

Menurut Muhammad Abduh, wahyu mempunyai 2 fungsi pokok, yaitu :
1. Timbul dari keyakinan bahwa jiwa manusia akan terus ada dan kekal sesudah tubuh kasar (jasad) mati, dan bahwa ada kehidupan setelah kehidupan yang pertama ini. Keyakinan ini timbul bukan dari pemikiran akal yang sesat dan bukan pula suatu khayalan, karena hampir semua orang sepakat bahwa jiwa akan tetap hidup sesudah ia terpisah dari tubuh.
2. Mempunyai kaitan erat dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.

Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi dan Rasul dengan 3 perkara yaitu : Malaikat Jibril kadang kala mendatangi Nabi Muhammad dengan menyerupai seorang laki - laki yang tampan, dan disaat yang lain Malaikat Jibrik memperlihatkan dirinya dalam bentuk yang asli, yang memiliki 600 sayap.

Dalam hadits riwayat Aisyah dijelaskan bahwa : Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah, " wahai Rasulullah, bagaimana wahyu datang kepada Tuan? " . Beliau menjawab : " kadang - kadang wahyu datang kepadaku seperti gemerincing lonceng, dan ketika suara itu telah pulang, maka Akupun hafal wahyu tersebut. Dan kadang - kadang wahyu itu datang dibawa oleh Malaikat Jibrik yang menyerupakan dirinya seorang lelaki, lalu dia berbicara kepadaku, dan aku menghafal apa yang disampaikannya ". Aisyah berkata, " Saya benar - benar pernah menyaksikan wahyu turun kepada Rasulullah pada musim yang sangat dingin, sungguh ketika penyampaian wahyu tersebut telah usai, mengalirlah peluh didagu Rasulullah SAW ". (HR. Bukhari - Muslim, Ibnu Majah).

Namun demikian ada juga ulama yang berpendapat bahwa itu tidak hanya khusus diperuntukkan bagi para Nabi dan Rasul, tetapi orang biasa juga bisa menerima wahyu.


B. Akal Pikiran (Al-Ra'yu Ijtihad)

Sumber hukum Islam ke-3 adalah akal pikiran manusia, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang padanya memahami kaidah - kaidah hukum yang fundamenta yang terdapat dalam Alqur'an. Menurut ajaran Islam, akal manusia erat hubungannya dengan wahyu. Dalam Bahasa Arab Akal adalah Al-aql mempunyai beberapa makna selain berarti pikiran dan intelektual, kata ini juga bermakna sesuatu yang mengikatkan manusia dengan Tuhan, sebab arti lain perkataan Aql menurut bahasa adalah ikatan. Menurut Al-qur'an runtuhnya iman tidak sama dengan kehendak yang buruk, tetapi tidak karena tidak adanyaa atau tidak dipergunakannya akal secara baik dan benar. (S2, Nasr, 1981 : 6)

Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran dan hukum Islam. Oleh karena itu, Islam menjelaskan tentang kedudukan akal terhadap agama yaitu, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Begitu pula dengan hukum dan hukuman yang berkaitan dengan akal. Tidak ada hukum atau hukuman bagi orang yang tidak berakal atau gila. Akal juga mempunyai kedudukan dalam sistem agama Islam, akal adalah wadah yang menampung aqidah, syariah dan akhlak.

Akal adalah ciptaan Allah untuk mengembangkan dan menyempurnakan suatu kemajuan umat manusia dapat terwujud karena manusia mempergunakan akalnya. Dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan : Al-'aqlu huwa-i-hayah, wa faqdu huwa-i-maut. Artinya : akal adalah kehidupan (life), kalau akal hilang berarti kematian, ada akal berarti hidup dan tidak berakal lagi berarti mati (Osman Raliby, 1981 : 30).

Akal mempunyai fungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, tumbuh dan berkembang menunjukkan kesempurnaan melalui suatu proses, anak-anak yang belum sempurna akalnya atau orang sakit yang hilang akalnya, dibebaskan dari pertanggung jawaban. Menurut ajaran hukum Islam, orang yang diminta pertanggung jawaban hanyalah orang yang berakal dan sempurna akalnya.

Perlu ditegaskan bahwasanya akal tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan, tanpa petunjuk yang datang dari Allah SWT berupa " wahyu ", yang membetulkan akal dalam geraknya, kalau ia menjurus ke jalan yang nyata - nyata salah karena pengaruh lingkungan. Sesungguhnya manusia yang mempunyai akal membutuhkan petunjuk Tuhan, sebab selain manusia itu lemah, pelupa dan acuh tak acuh pada dirinya sendiri, juga terdapat banyak hambatan lain yang menyebabkan manusia tidak mampu mempergunakan akalnya secara baik dan benar. Oleh sebab itu Allah menurunkan petunjuk-Nya berupa wahyu untuk membangunkan manusia dari impiannya dan mengingatkan akan arti eksistensinya yang bertugas sebagai khalifah di bumi.

Dengan demikian akal dan wahyu mempunyai hubungan yang erat merupakan soko guru ajaran Islam. Namun perlu ditegaskan bahwa akal dan wahyu tidaklah sama dan tidak pula sederajat. Wahyu yang menuntun, membimbing dan mengukur akal manusia, bukan sebaliknya. Jika di hubungkan dengan hukum, maka bagi orang yang beriman, hukum Allah yang disampaikan dengan wahyu, kedudukannya lebih tinggi dan utama dari hukum ciptaan manusia. Berarti hukum yang dihasilkan oleh akal pikiran manusia tidak boleh bertentangan dengan hukum yang disampaikan melalui wahyu.

Akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad yang menjadi sumber hukum Islam yang ke-3. Dalam kepustakaan disebut Arra'yu atau Ijtihad (Azhar Basyir, 1983 : 6).

Secara harfiah ra'yu berarti pendapat atau pertimbangan, seseorang yang memiliki persepsi dan pertimbangan yang bijaksana disebut orang yang mempunyai ra'yu (dzu'iray). Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau ra'yu dalam berijtihad bagi perkembangan hukum islam adalah :
1. Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 59, yang juga mewajibkan untuk mengikuti Ulil Amri.
2. Hadits dari Mu'az bin Jabal yang menjelaskan bahwa mu'az sebagai Ulil Amri (penguasa) di Yaman dibenarkan oleh Nabi mempergunakan ra'yunya untuk berijtihad,
3. Contoh yang diberikan oleh Ulil Amri yakni khalifah Umar bin Khattab beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dalam memecahkan persoalan hukum yang tumbuh dalam masyarakat, pada masa awal perkembangan Islam.

Menurut Hazairin, Ijtihad Ulil Amri itu dapat dibagi dua, yaitu :
1. Yang berwujud atau penunjukan garis hukum yang setepat-tepatnya untuk ditetapkan pada suatu perkara atau kasus tertentu yang mungkin langsung diambil dari ayat - ayat hukum dalam Al-Qur'an, mungkin pula ditimbulkan dari perkataan (penjelasan) atau teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Ketentuan yang berwujud diciptakan atau pembentukan garis hukum baru bagi keadaan - keadaan baru menurut tempat dan waktu, dengan berpedoman kepada kaidah hukum yang telah ada dalam Al-qur'an dan Sunnah Rasul (Hazairin, 1984 : 65).

Ijtihad dalam bahasa Arab disebut Jahada, artinya bersungguh - sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha. Ijtihad adalah ikhtiar yang sungguh - sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang dilakukan orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuan langsung didalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Orang berijtihad disebut Mujtahid.

1. Di lihat dari jumlah pelakunya, Ijtihad dapat dibagi 2 yakni :
a. Ijtihad individu yaitu ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid saja.
b. Ijtihad kolektif, yaitu ijtihad yang dilakukan bersama - sama oleh banyak ahli tentang satu persoalan hukum tertentu.
2. Di lihat dari objek atau lapangannya, ijtihad dapat dilakukan terhadap :
a. Persoalan - persoalan hukum yang bersifat Zhanni.
b. Hal - hal yang tidak terdapat ketentuan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits.
c. Mengenai masalah - masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Tidak semua orang dapat berijtihad, yang berhak berijtihad adalah mereka yang memenuhi syarat - syarat berikut :
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur'an dan kata - kata hadits yang tertulis dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui isi dan sistem hukum Al-Qur'an serta ilmu - ilmu untuk memahami Al-Qur'an.
3. Mengetahui hadits - hadits hukum dan ilmu - ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan hukum.
4. Menguasai sumber - sumber hukum islam dan metode menarik garis hukum dan sumbernya.
5. Mengetahui dan menguasai kaidah - kaidah fiqh (qawa'id alfiqhiyyah), baca Qawaklul Fiqqiyah.
6. Mengetahui rahasia dan tulisan - tulisan hukum Islam.
7. Jujur dan ikhlas.
8. Menguasai ilmu - ilmu sosial dan ilmu - ilmu yang relevan.
9. Serta dilakukan secara kolektif (jama'i) bersama para ahli (disiplin ilmu) lain.


¤ KESIMPULAN

1. Secara bahasa wahyu berasal dari kata : waha, wahyan yang berarti mengajarkan dan menunjukkan sesuatu.
2. Secara istilah wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul melalui cara - cara tertentu sehingga terukirlah ibarat gambaran yang tersusun rapi.
3. Akal adalah ciptaan Allah untuk mengembangkan dan menyempurnakan sesuatu kemajuan umat manusia dapat terwujud karena manusia mempergunakan akal.
4. Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh - sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang dilakukan orang ahli hukum islam yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya didalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Selasa, 12 April 2011

koleksi ilmu: ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRAN...

koleksi ilmu: ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRAN...: "A. Qadariyah dan Jabariyah 1. Qadariyah Faham Qadariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari faham mu'tazilah, karena imamnya terdiri dari ..."

salam kenal.

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRANNYA (bagian 2)

C. Mu'tazilah

Perkataan "Mu'tazilah" berasal dari kata " i'tikad", artinya mengasingkan diri. Aliran ini dipimpin oleh Washil bin Atha' (meninggal 131 H). Dia mengasingkan diri dari gurunya karena beda pendapat, sehingga dinamakan " mu'tazilah". Karena mu'tazilah adalah suatu kaum yang bikin heboh dunia Islam selama 300 tahun pada abad permulaan Islam.

¤ Faham Mu'tazilah
Sepanjang sejarah tersebut bahwa salah satu keistimewaan bagi kaum mu'tazilah ialah cara mereka membentuk mazhabnya, banyak mempergunakan akal dan lebih mengutamakan akal, bukan mengutamakan Qur'an dan Hadits.
Barang sesuatu di timbangnya terlebih dahulu dengan akal, mana yang tidak sesuai dengan akal di buangnya, walaupun ada ayat Al-Qur'an dan Hadits yang bertalian dengan masalah itu tetap berlawanan dengan akalnya. Bagi mereka akal diatas Al-Qur'an dan Hadits.
¤ Dasar-dasar pokok pengajaran mu'tazilah
1. Tauhid (ke-esaan Tuhan)
2. Al'adl (Keadilan Tuhan)
3. Al Wa'ad wal wa'id (Janji baik dan janji buruk)
4. Manzilah bainal manzilatain ( tempat diantara dua tempat)
5. Amar ma'ruf nahi munkar


D. Syi'ah

Syiah dalam Bahasa Arab adalah pengikut. Syi'ah Ali berarti pengikut Ali, tetapi arti " kaum syi'ah " menurut istilah adalah kaum yang beri'tiqad bahwa Saidina Ali adalah orang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi SAW, Nabi berwasiat bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah Ali.
Kelanjutan dari i'tiqad ini maka khalifah pertama, kedua, dan ketiga adalah tidak sah.
¤ Maka inti faham Syi'ah adalah :
1. Pengikut khalifah pengganti Nabi diwarisi oleh ahli waris Nabi dengan jalan tunjukan dari Nabi yaitu Ali.
- Barang siapa tidak menerima faham ini adalah orang terkutuk karena tidak mau menuruti wasiat Nabi.
2. Khalifah yang dalam istilah syi'ah " imam " adalah pangkat yang tertinggi dalam Islam dan bahkan salah satu rukun dan tiang dalam Islam. Karena itu tidak mungkin pangkat itu dibiarkan begitu saja dan diserahkan kepada pilihan rakyat. Imam harus di tunjuk oleh Nabi, dan imam-iman lain ditunjuk oleh Imam itu. Orang-orang yang memilih khalifah dengan cara syura (musyawarah) adalah orang berdosa.
3. Khalifah (Imam) itu adalah " ma'shum ", artinya tidak pernah berbuat dosa dan tidak boleh diganggu gugat dan dikritik. Karena ia adalah pengganti Nabi dan sama kedudukannya dengan Nabi.
4. Khalifah (Imam) masih mendapat wahyu dari Tuhan, walau tidak dengan perantara jibril dan wahyu yang dibawanya wajib ditaati. Imam-imam kaum Syi'ah mewarisi pangkat Nabi atau jabatan Nabi walaupun ia bukan Nabi.

¤ Golongan-golongan dalam kaum Syi'ah
1. Syi'ah Saba'iyah, yaitu Syi'ah pengikut Abdullah bin Saba', mereka termasuk Syi'ah " ghullat " yaitu Syi'ah yang keterlaluan yang mempercayai bahwa Nabi SAW akan kembali ke dunia seperti Isa, bahwa Ali belum mati, tetapi bersembunyi dari dan akan lahir ke dunia kembali, bahwa Jibril bersalah menurunkan wahyu yang seharusnya kepada Ali bukan kepada Nabi SAW, bahwa petir dan kilat adalah suara Ali yang sedang marah, bahwa ruh Tuhan turun kepada Ali.
2. Syi'ah Kaisaniyah, yaitu Syi'ah pengikut Mukhtar bin Ubay As Saqati. Golongan ini tidak mempercayai adanya ruh Tuhan pada tubuh Ali, tetapi mereka yakin bahwa imam-imam Syi'ah ma'shum dan masih diturunkan wahyu.
3. Syi'ah Imamiyah yaitu yang percaya kepada imam-imam yang ditunjuk langsung oleh Nabi SAW, yaitu Ali sampai 12 keturunannya. Ali yang pertama dan ke-12 Al-Mahdi, imam yang lenyap dan akan keluar pada akhir zaman.
4. Syi'ah Isma'iliyah, orang yang mempercayai hanya 7 orang imam, yaitu yang pertama Ali dan akhirnya Ismail bin Jafar Al Aassik yang lenyap dan akan keluar pada akhir zaman.
5. Syi'ah Zaidiyah, pengikut Imam Zaid bin Ali bin Husein bim Ali bin Abi Thalib. Syi'ah ini sederhana (bukan ghullat) yaitu tidak mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Utsman. Tetapi mereka berkeyakinan Ali berhak jadi khalifah mulai dari masa Abu Bakar. Mereka juga beri'tiqad bahwa bila muslim mati, semasa hidupnya melakukan dosa besar dan tidak sempat bertobat, maka ia kafir.
6. Syi'ah Qamamithah, Syi'ah yang suka menafsirkan Al-Qur'an sesuka hatinya. Mereka mengatakan bahwa malaikat adalah mubaligh mereka. Syaithan musuh mereka yang dinamakan shalat adalah mengikuti mereka, yang dinamakan haji adalah ziarah imam mereka, yang dinamakan puasa adalah tidak membuka rahasia imam, orang-orang yang sudah mengetahui Allah sedalam-dalamnya tidak perlu shalat, puasa, dan lain-lain ibadah lagi. Pendeknya mereka mentakwil ayat Al-Qur'an semaunya saja.

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM DAN POKOK PEMIKIRANNYA (bagian 1)

A. Qadariyah dan Jabariyah

1. Qadariyah
Faham Qadariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari faham mu'tazilah, karena imamnya terdiri dari orang-orang mu'tazilah.
Akan tetapi faham ini dibicarakan dalam suatu pasal tersendiri karena sepanjang sejarah persoalan qadariyah ini suatu soal yang besar juga, mereka memfatwakan bahwa sekalian perbuatan manusia di ciptakan oleh manusia itu sendiri bukan oleh Allah SWT. Allah, kata mereka tidak sangkut paut dengan pekerjaan manusia dan apa yang diperbuat manusia tidak diketahui oleh Allah SWT sebelumnya, tetapi Allah mengetahui setelah diperbuat manusia. Golongan ini diberi nama tambahan khusus dari namanya mu'tazilah, yaitu Qadariyah artinya orang-orang yang berkata bahwa ia "kuasa sendirinya".
Fatwa ini didasarkan pada dalil yang ditafsirkan mereka sendiri pada Alqur'an, surat Ar-Ra'd : 11.

Artinya :

"Bahwasanya Allah tidak bisa merubah nasib sesuatu kaum, kalau tidak mereka sendiri merubahnya".(Ar-Ra'd : 11).


2. Jabariyah

Aliran ini dinamakan Jabariyah karena mereka berfaham tidak ada ikhtiar bagi manusia. Pemimpinnya Jaham Bin Safwan, mereka berpendapat bahwa manusia tidak ada daya dan upaya, tidak ada ikhtiar. Namun faham mereka sangat radikal sehingga sampai beritikad bahwa jika kita meninggalkan shalat atau berbuat kejahatan, maka semuanya tidak apa-apa karena hal itu tidak dijadikan Tuhan.
Mereka juga berfatwa bahwa "iman" cukup dalam hati saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan.
¤ Pokok pemikiran Qadariyah
* Perbuatan manusia dijadikan oleh manusia.
¤ Pokok pemikiran Jabariyah
* Tidak ada ikhtiar atau usaha dari manusia, semuanya dari Tuhan
* Iman cukup dalam hati saja


B. Asy'ariyah dan Mansudiriyah

1. Asy'ariyah

Sebagai reaksi dari firqah-firqah yang sesat, maka pada akhir abad III H timbullah golongan asy'ariyah yang dikepalai oleh ulama besar dalam Ushuluddin yaitu Syeikh Abu Hasan Ali Al-Asy'ari.
Perkataan Asy'ariyah diambil dari nama guru besarnya yang pertama yaitu Abu Hasan Al-Asy'ari, juga disebut dengan golongan Ahlussunnah Wal Jama'ah.
I'tiqad kaum Asy'ariyah (sunny) adalah :
* Tentang Ketuhanan
* Tentang Malaikat
* Tentang Kitab-kitab Suci
* Tentang Rasul
* Tentang Hari Akhirat
* Tentang Qadha dan Qadar

Pembagian yang 6 tersebut sesuai dengan sabda Nabi SAW, ketika ditanya oleh seseorang :
"Maka beritahulah kami (hai Rasulullah) tentang iman! Nabi Muhammad menjawab. Engkau mesti percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab - Kitab-Nya, Rasul - Rasul-Nya, Hari Akhirat dan Qadha dan Qadar".(HR. Muslim).

2. Mansuridiyah

Golongan ini dikepalai oleh ulama besar Syeikh Abu Mansur Al-Maturidi yang dianggap juga sebagai pembangun Mazhab Ahlussunnah Wal Jama'ah dalam Ushuluddin. Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, beliau lahir di Samarqaud (Maturidi).
Dunia Islam sendiri dulu sampai sekarang mengangga Abu Mansur Al-Maturidi dan Al-Asy'ari sebagai pembangun Mazhab Ahlussunnah Wal Jama'ah.

"Dari Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditangan-Nya, akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah : yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka. "Bertanya para sahabat : Siapakah firqah ( yang tidak masuk neraka) itu ya Rasulullah?". Nabi menjawab : "Ahlussunnah Wal Jama'ah". (H.R. Thabrani).
Sayid Murtadha Azzahidi mengatakan, "Apabila disebut "Ahlussunnah wal jama'ah", maka yang dimaksud dengan ucapan itu adalah faham atau fatwa-fatwa yang diajarkan oleh Imam Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi".
I'tiqad Mansuridiyah sama dengan i'tiqad Asy'ariyah.