Sabtu, 10 November 2012

Aku Mirip Tuan




Permaisuri Zubaidah memang tidak menyukai Abu Nawas. Ia selalu memperlihatkan sikap permusuhan. Itulah yang membuat Abu Nawas senang mengerjainya. Abu Nawas sering dipanggil untuk dimarahi dan dicaci maki.


"Kemarin kabarnya, kamu dipanggil permaisuriku. Pasti ia memarahimu lagi," kata Raja Harun Ar-Rasyid kepada Abu Nawas.



"Tuan salah," jawab Abu Nawas dengan cerdas.



"Hahh, memangnya ada apa?" tanya sang raja penasaran.



"Ia hanya bilang padaku....," jawab Abu Nawas dengan suara pelan. Ia memang ingin raja itu penasaran. "Katanya, aku ini mirip tuan."


Kamis, 08 November 2012

Abu Nawas Pura-Pura Gila

Sebelum menemui ajal, ayah Abu Nawas, Maulana, berpesan kepada Abu Nawas agar menjaga telinga. Maka tatkala ayahnya wafat, Abu Nawas diterpa duka. Beban berat terasa sebab baginda justru berencana mengangkat Abu Nawas jadi Kadi (hakim). Maklum, ayah Abu Nawas dipandang Baginda layak untuk menggantikan posisi itu.

Rencana raja mengangkat Abu Nawas mendadak membuatnya jadi gila. Usai upacara pemakaman ayahnya, Abu Nawas mengundang heran sejumlah pelayat. Tak banyak bicara, dia menbambil batang pisang lantas memperlakukannya seperti kuda. Abu Nawas menungganginya seraya berlari dari makam sampai ke rumah. Sontak, orang menganggap Abu Nawas sudah gila akibat ditinggal ayahnya. Dugaan itu kian benar, apalagi pada kesempatan lain, Abu Nawas mengajak anak-anak kecil pergi ke makam ayahnya. Lalu, di atas makam ayahnya itu, Abu Nawas mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.

Tetapi, niat Baginda mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi masih kuat. Maka, Baginda meminta para pengawal untuk memangggil Abu Nawas menghadap baginda raja. Tapi dasar Abu Nawas! Ia bukan menghadap Baginda, malah menantangnya. Tak salah, jika para pengawal itu lantas melaporkan ulah Abu Nawas dan raja langsung meminta para pengawalnya untuk menyeret paksa Abu Nawas. Setelah dihadapkan di depan Baginda, anehnya Abu Nawas tetap tidak berubah, bahkan terlihat bodoh.

”Abu Nawas, bersikaplah sopan!” tegur Baginda.

”Ya Baginda, tahukah Anda...?”

”Tahu apa..?”

”Terasi itu asalnya dari udang, Baginda!”

”Kurang ajar, kalau itu aku sudah tau!”

”Tidak....Baginda! Siapa bilang udang berasal terasi?”

Baginda merasa dilecehkan. Ia naik pitam dan segera memberi perintah, ”Hajar dia! Pukul sebanyak 25 kali!”

Abu Nawas yang kurus kering itu pun lemas tak berdaya. Dengan sempoyongan ia pulang. Tapi sampai di pintu gerbang kotq, ia dicegat oleh penjaga. ”Hai Abu Nawas! Tempo hari sebelum kau masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa? Jika kau diberi hadiah oleh baginda, maka engkau berkata : Aku bagi dua; engkau satu bagian dan aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?” tagih si penjaga.

”Hai.. penjaga, apa kau benar-benar menginginkan itu?”

”Tentu! Bukankah itu sudah merupakan perjanjian kita?”

”Baik, aku akan berikan semuanya bukan hanya satu bagian!”

”Ternyata..., kau baik hati Abu Nawas. Memang seharusnya begitu, lantaran kau sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”

Tanpa banyak kata, Abu Nawas langsung mengambil sebatang kayu lalu orang itu dipukulinya sebanyak 25 kali. Tentu orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas sudah gila. Setelah si penjaga gerbang kota itu kapok, Abu Nawas pergi meninggalkannya begitu saja.

Kelakuan Abu Nawas yang semakin tidak waras membuat baginda raja mengadakan rapat. ”Aku mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi, tapi belakangan ini Abu Nawas semakin aneh! Apa pendapat kalian? tanya Baginda.”

Wazir atau perdana mentri berkata, ”Melihat Abu Nawas yang semakin parah otaknya, sebaiknya Tuanku menganhkat oranglain saja!.”

Usul wazir itu pun disetujui oleh mentri-mentri lain.

”Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tidak layak menjadi Kadi.”

”Baiklah, kita tunggu dulu sampai 21 hari karena bapaknya wafat. Jika tidak sembuh, kita cari Kadi yang lain saja.”

Setelah lewat satu bulan, Abu Nawas tidak berubah. Maka raja mengangkat orang lain sebagi Kadi. Tapi saat Abu Nawas mendengarraja mengangkat orang lain sebagai Kadi, bukan dirinya, ia seketika sembuh. Abu Nawas sembuh karena ia berhasil memegang teguh pesan ayahnya sebelum ajal datang. Pada saat ayah Abu Nawas sakit mendekati ajal, sang ayah ,emanggil Abu Nawas. Abu Nawas datang dan sempat bercengkrama dengan ayahnya. ”Anakku, aku sudah hampir meninggal!...Kini ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku!” pinta sang ayah

Abu Nawas menuruti permintaan ayahnya. Ia cium telinga kanan sang ayah,dan ia menghirup bau harum, sedangkan telinga kiri berbau busuk.

”Sudahkah kau menciumnya, wahai anakku?”

”Sudah,ayah! Tapi....”

”Tapi, apa? Ceritakan sejujurnya bau kedua telingaku itu!”

”Sungguh mengherankan, telinga ayah yang sebelah kanan harum sekali. Tapi.....yang sebelah kiri baunya sangat busuk!”

”Hai anakku, tahukah kamu....apa sebabnya bisa seperti ini?”

”Wahai ayahku, cobalah ceritakan pada anakmu ini!”

Lalu ayah Abu Nawas bercerita, ”Pada suatu hari, datang dua orang mengadi kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang satu lagi karena aku tak suka, maka tak kudengarkan. Inilah resiko jadi Kadi. Jadi kelak kau suka jadi Kadi, maka kau juga akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tak suka menjadi Kadi, maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tidak bisa tidak, Sultan Harun Al Rasyid tetpaplah memilihmu sebagai Kadi.

Sumber ; Buku Cuplikan Kisah 1001 Malam

Cermin Batin

Suatu ketika, Syeikh Ibnu Atha'illah berkata : ”Mastuudia' fi syahadatidz dzawaahiri...” (apa yang tersimpan di dalam kegaiban hati akan teraktualisasikan di dunia maya).

Batin adalah cermin hati yang tak pernah berdusta. Segala hal yang tersembunyi di dalamnya akan tampak dan memberi pengaruh di dalam anggota lahir. Jika batinnya menyimpan makrifat dan cahaya Ilahi maka hal itu akan menjelma pula dalam keteduhan perilaku dan kebagusan akhlak.

Abu Hafshah berkata, ”Indahnya adab secara lahir mencerminkan apa yang tersembunyi di dalam batin.” Karenanya, jika adab lahir seseorang menyimpang mak itulah cermin bagi kekotoran jiwa dan hatinya.

Rasulullah SAW ketika melihat seseorang yang anggota tubuhnya bergerak-gerak dalam shalat, maka beliau menegur dengan berkata : ”Apabila hatimu khusyu' ketika shalat tadi, maka khusyu' pula seluruh anggota tubuhmu.”

Ibnu Athailah kemudian berkata lagi, ”Usahamu untuk mengetahui aib-aib diri yang tersembunyi dalam dirimu adalah lebih baik daripada berusaha menyingkap perkara gaib yang tersembunyi darimu”.

Selain Islam, Tidak diterima

Semua rasul yang diutus oleh Allah membawa ajaran tentang keimanan yang sama, hanya saja syari'at yang mereka bawa yang berbeda-beda. Islam sebagai agama yang dibawa oleh rasul terakhir, melanjutkan ajaran agama yang dibawa rasul-rasul sebelumnya. Tetapi, Islam menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Selain itu Islam juga untuk seluruh umat manusia di dunia, bukan untuk umat tertentu saja, sebagaimana agama-agama sebelumnya. Ia juga berlaku sepanjang masa. Jadi sejak diutusnya Rasulullah SAW, seluruh umat manusia wajib beriman kepada beliau. Karenanaya, sejak itu hanya Islam yang diterima. Ayat-ayat berikut ini berbicara tentang hal itu. Marilah kita simak ayat-ayat tersebut dan kita perhatikan pula penafsirannya.
Allah SWT berfirman :
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. Katakanlah, ”Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq,Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diturunkan kepada Musa, Isa, dan para nabi dan dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.” Barang siapa mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Ali Imran : 83-85)
Allah Ta'ala mengingkari orang yang mencari agama selain agama Allah, yang dengan agama itu, Dia menurunkankitab-kitab-Nya dan mengutus para rasul-Nya. Yakni yang mengajarkan menyembah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dzat yang kepada-Nya-lah segala yang ada di langit dan di bumi berserah diri. Segala yang ada pada keduanya tunduk kepada Allah, baik dengan suka maupun terpaksa, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang Artinya : Hanya kepada Allah-lah bersujud segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa.”
Allah SWT juga berfiman yang artinya, ”Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan dan semua yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka, dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).”
Seorang muslim ialah orang yang berserah diri kepada Allah dengan hati dan raganya, sedangkan orang kafir berserah diri kepada Allah secara terpaksa, karena ia berada dibawah penaklukan dominasi dan otoritas kekuasaan yang besar yang tidak di salahi atau ditolak. Dalam Tafsir-nya, Waki' meriwayatkan dari Mujahid mengenai penggalan ayat yang artinya, ”Hanya kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang ada di langit dan di bumi, berserah diri baik dengan patuh maupun terpaksa”, bahwa ia senada dengan firman Allah yang artinya, Dan apabila kamu bertanya kepada mereka 'Siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi?, niscaya mereka menjawab " Allah".' "Dan kepada-Nya-lah mereka dikembalikan", yakni pada hari berbangkit, kemudian masing-masing dibalas sesuai dengan amalnya.
Kemudian Allah berfirman yang artinya, ”Katakanlah, 'Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami'.” yakni kepada Al-Qur'an. ”Dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya”, yaitu keturunan Bani Israil yang menyebar luas dari putra-putra Israil, yakni Ya'qub, yang berjumlah 12 orang, ”Dan kepada apa yang diturunkan kepada Musa dan Isa”, yakni kepada Taurat dan Injil. ”Dan kepada para nabi lainnya dari Tuhan mereka.” Ini mencaakup seluruh nabi.
”Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka”, yakni kami beriman kepada semuanya. ”Dan kami berserah diri kepada-Nya.” Kaum Mukmin dari Umat Muhammad beriman kepada setiap nabi yang diutus dan kepada setiap kitab yang diturunkan. Tidak ada satu pun dari semua itu yang mereka ingkari. Mereka membenarkan apa yang diturunkan dari sisi Allah dan kepada setiap nabi yang diutus Allah.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman yang artinya, ”Barang siapa mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidak akan diterima daripadanya.” Maksudnya, barang siapa menempuh jalan yang tidak di syari'atkan oleh Allah, tidak akan diterima daripadanya. ”Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”, sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits sahih, ”Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak sejalan dengan syari'at kami, amalannya ditolak.”
Sumber : ALKISAH NO.16/8 - 21 AGUSTUS 2011

Rabu, 07 November 2012

Jangan Mengikuti langkah Setan

Selama manusia masih berada di dunia, setan tak akan berhenti menggoda. Itulah yang menjadi tekad dan sumpahnya. Godaan setan itu muncul dalam berbagai bentuknya. Yang jelas, ia selalu menyuruh sesuatu yang bertentangan dengan yang Allah perintahkan. Ia menyuruh manusia melakukan apa yang dilarang Allah SWT. Termasuk diantaranyadalam masalah makanan. Jika orang memakan yang Allah larang untuk dimakan atau sebaliknya, tidak mau makan makanan yang Allah halalkan, berarati ia telah menghikuti langkah-langkah setan.

Marilah kita perhatikan ayat 168-171 Surah Al-Baqarah, dan penafsiran-penafsirannya yang di himpunkan oleh Ibnu Katsir.
Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui". (QS. Al-Baqarah : 168-170)

Setelah Allah Ta'ala menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia. Allah menjelaskan bahwa Dia Maha Pemberi Rizki kepada seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan yang halal lagi baik yang tidak membahayakan badan dan akal, serta melarang mereka dari mengikuti langkah-langkah setan.

Hal tersebut terdapat dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi SAW bersabda :
"Allah Ta'ala berfirman, ”sesungguhnya semua harta yang Aku anugerahkan kepada hamba-hamba-Ku adalah halal bagi mereka, dan Aku menciptakan hamba-hamba-Ku itu cenderung kepada kebenaran (kebaikan). Kemudian datanglah kepada mereka setan-setan, lalu mereka menyesatkan mereka dari agama dan mengharamkan atas mereka dan mengharamkan atas mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka” ".
Al-Hafizh Abu Bakar bin Mardawih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, ”Aku membaca Ayat Yaa ayyuhan-naasu kuluu mimma fil ardhi halaalan thayyiba (Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi) di dekat Nabi SAW. Lalu Sa'ad bin Abi Waqqash berdiri seraya berkata, ”Wahai Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku menjadi orang yang do'anya di kabulkan”, ”Wahai Sa'ad, baguskanlah makananmu, niscaya engkau menjadi orang yang do'anya dikabulkan. Demi Zat yang diri Muhammad berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya orang yang memasukkan sesuap makanan haram ke perutnya, ibadahnya tidak akan diterima Allah selama 40 hari, dan hamba mana saja yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan riba, neraka lebih lyak baginya”.

Firman Allah SWT : "Karena sesunggguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian", merupakan persyaratan agar manusia menjauhi dan waspada terhadap setan. Sebagaimana Dia berfirman : "Sesungguhnya setan itu merupakan musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia sebagi musuh".
Mengenai firman Allah, "Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan".
Qatadahdan As-Sudi mengatakan, ”Setiap kemaksiatan kepada Allah termasuk langkah-langkah setan”.
Disebutkan dari Ibnu Abbas RA. Ia mengatakan, ”Setiap sumpah atau nazar yang dilakukan dengan marah, itu termasuk antara langkah-langkah setan, dan kafaratnya adalah kafarat sumpah”.
Firman Allah SWT : "Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah tanpa ilmu".
Kemudian Allah SWT berfirman : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab, ”(Tidak), tetap kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”, (Apakah mereka akan mengetahui juga) walaupun tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak dapat petunjuk?. Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti". (170-171)
Allah Ta'ala berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka (kaum musyrik), ikutilah apa yang diturunkan Allah kepada kalian, yakni kepada Rasul-Nya, dan tinggalkanlah kesesatan dan kebodohan", mereka menjawab, ”(tidak), tetapi kami mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”, Allah berfirman menyangkal apa yang mereka katakan,"(Apakah mereka juga akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?". Maksudnya mereka tidak memiliki pemahaman dan petunjuk.
Dari Ibnu Ishaq dikatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa ayat itu diturunkan berkaitan dengan kaum yahudi yang diseru oleh Rasulullah SAW untuk masuk ke dalam Islam. Kemudian mereka menjawab,”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Kemudian Allah memberikan perumpamaan tentang mereka. Dia berfirman, "Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir", yang memiliki kesesatan dan kedunguan adalah seperti ternak yang tidak memahami, dan hanya mendengar suara penggembalanya". "Mereka tuli, bisu dan buta", artinya tuli untuk menyimak kebenaran, dan buta untuk memahami dan memikirkan apapun.
Wallahu a'lam.