Kamis, 08 November 2012

Abu Nawas Pura-Pura Gila

Sebelum menemui ajal, ayah Abu Nawas, Maulana, berpesan kepada Abu Nawas agar menjaga telinga. Maka tatkala ayahnya wafat, Abu Nawas diterpa duka. Beban berat terasa sebab baginda justru berencana mengangkat Abu Nawas jadi Kadi (hakim). Maklum, ayah Abu Nawas dipandang Baginda layak untuk menggantikan posisi itu.

Rencana raja mengangkat Abu Nawas mendadak membuatnya jadi gila. Usai upacara pemakaman ayahnya, Abu Nawas mengundang heran sejumlah pelayat. Tak banyak bicara, dia menbambil batang pisang lantas memperlakukannya seperti kuda. Abu Nawas menungganginya seraya berlari dari makam sampai ke rumah. Sontak, orang menganggap Abu Nawas sudah gila akibat ditinggal ayahnya. Dugaan itu kian benar, apalagi pada kesempatan lain, Abu Nawas mengajak anak-anak kecil pergi ke makam ayahnya. Lalu, di atas makam ayahnya itu, Abu Nawas mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.

Tetapi, niat Baginda mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi masih kuat. Maka, Baginda meminta para pengawal untuk memangggil Abu Nawas menghadap baginda raja. Tapi dasar Abu Nawas! Ia bukan menghadap Baginda, malah menantangnya. Tak salah, jika para pengawal itu lantas melaporkan ulah Abu Nawas dan raja langsung meminta para pengawalnya untuk menyeret paksa Abu Nawas. Setelah dihadapkan di depan Baginda, anehnya Abu Nawas tetap tidak berubah, bahkan terlihat bodoh.

”Abu Nawas, bersikaplah sopan!” tegur Baginda.

”Ya Baginda, tahukah Anda...?”

”Tahu apa..?”

”Terasi itu asalnya dari udang, Baginda!”

”Kurang ajar, kalau itu aku sudah tau!”

”Tidak....Baginda! Siapa bilang udang berasal terasi?”

Baginda merasa dilecehkan. Ia naik pitam dan segera memberi perintah, ”Hajar dia! Pukul sebanyak 25 kali!”

Abu Nawas yang kurus kering itu pun lemas tak berdaya. Dengan sempoyongan ia pulang. Tapi sampai di pintu gerbang kotq, ia dicegat oleh penjaga. ”Hai Abu Nawas! Tempo hari sebelum kau masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa? Jika kau diberi hadiah oleh baginda, maka engkau berkata : Aku bagi dua; engkau satu bagian dan aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?” tagih si penjaga.

”Hai.. penjaga, apa kau benar-benar menginginkan itu?”

”Tentu! Bukankah itu sudah merupakan perjanjian kita?”

”Baik, aku akan berikan semuanya bukan hanya satu bagian!”

”Ternyata..., kau baik hati Abu Nawas. Memang seharusnya begitu, lantaran kau sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”

Tanpa banyak kata, Abu Nawas langsung mengambil sebatang kayu lalu orang itu dipukulinya sebanyak 25 kali. Tentu orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas sudah gila. Setelah si penjaga gerbang kota itu kapok, Abu Nawas pergi meninggalkannya begitu saja.

Kelakuan Abu Nawas yang semakin tidak waras membuat baginda raja mengadakan rapat. ”Aku mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi, tapi belakangan ini Abu Nawas semakin aneh! Apa pendapat kalian? tanya Baginda.”

Wazir atau perdana mentri berkata, ”Melihat Abu Nawas yang semakin parah otaknya, sebaiknya Tuanku menganhkat oranglain saja!.”

Usul wazir itu pun disetujui oleh mentri-mentri lain.

”Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tidak layak menjadi Kadi.”

”Baiklah, kita tunggu dulu sampai 21 hari karena bapaknya wafat. Jika tidak sembuh, kita cari Kadi yang lain saja.”

Setelah lewat satu bulan, Abu Nawas tidak berubah. Maka raja mengangkat orang lain sebagi Kadi. Tapi saat Abu Nawas mendengarraja mengangkat orang lain sebagai Kadi, bukan dirinya, ia seketika sembuh. Abu Nawas sembuh karena ia berhasil memegang teguh pesan ayahnya sebelum ajal datang. Pada saat ayah Abu Nawas sakit mendekati ajal, sang ayah ,emanggil Abu Nawas. Abu Nawas datang dan sempat bercengkrama dengan ayahnya. ”Anakku, aku sudah hampir meninggal!...Kini ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku!” pinta sang ayah

Abu Nawas menuruti permintaan ayahnya. Ia cium telinga kanan sang ayah,dan ia menghirup bau harum, sedangkan telinga kiri berbau busuk.

”Sudahkah kau menciumnya, wahai anakku?”

”Sudah,ayah! Tapi....”

”Tapi, apa? Ceritakan sejujurnya bau kedua telingaku itu!”

”Sungguh mengherankan, telinga ayah yang sebelah kanan harum sekali. Tapi.....yang sebelah kiri baunya sangat busuk!”

”Hai anakku, tahukah kamu....apa sebabnya bisa seperti ini?”

”Wahai ayahku, cobalah ceritakan pada anakmu ini!”

Lalu ayah Abu Nawas bercerita, ”Pada suatu hari, datang dua orang mengadi kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang satu lagi karena aku tak suka, maka tak kudengarkan. Inilah resiko jadi Kadi. Jadi kelak kau suka jadi Kadi, maka kau juga akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tak suka menjadi Kadi, maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tidak bisa tidak, Sultan Harun Al Rasyid tetpaplah memilihmu sebagai Kadi.

Sumber ; Buku Cuplikan Kisah 1001 Malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar